Sabit tipis..
Sabit tipis..
Hari ini ku kira akan turun hujan, ternyata
tidak. Di musim ini walaupun mendung bergantungan menunggu perintah untuk melepaskan,
sepertinya belum juga diberikan. Sudah lama mereka tak menyapa bumi, apakah
mereka tak rindu?
Ku kira matahari sedang
berjaya, ini musim miliknya. Hujan tak boleh bergabung di pestanya. Mungkin nanti
saat bulan telah sampai, hujan akan menyapanya. Menyampaikan keluh rindunya
pada bumi, meminta kebaikan hati sang bulan untuk menyentuh si bumi. Membiarkan
rindunya terasa oleh penghuni bumi. Hai bumi, aku menyapamu. Kemudian melepaskan
aroma khas bumi dan hujan yang bertemu. Mereka benar-benar merindu.
Hari ini juga tak begitu buruk, setidaknya
bagi mentari yang sedang bahagia tampaknya. Aku hanya tersenyum tipis,
mengucapkan selamat padanya. Biarlah hanya aku yang rindu pada derasnya hujan,
matahari tak perlu tahu. Agar tak merasa bersalah berada diantara seseorang
yang sedang merindu.
Aku pulang setelah
matahari berputar pergi, aku bertemu dia sebentar. Katanya dia ingin berbagi
kebahagiaan dengan benua lain, ku jawab semoga mereka juga ikut senang. Lalu matahari
hanya tersenyum dan berlalu pergi. Di bagian lain, mendung menyapa. Sepertinya ia
tak baik-baik saja, apa yang harus kulakukan?
Lama ku memandangnya tak ada yang terucap,
sampai aku berbalik membelakanginya. Dan ku kira aku tahu sebabnya, bulan
menunggu di hadapannya. Hanya tipis,
tidak begitu terang namun indah dipandang. Rasanya pas untuk sekedar memberi
senyum pada dunia yang lelah. Terlintas sejenak dipikiranku, bagaimana rasanya
jadi si bulan? Hadir saat matahari masih asyik berpesta hingga melupakannya, berusaha
menggantikannya meski belum sempurna, hingga terus tersenyum saat harus berbagi
dengan si mendung. Bagaimana rasanya?
Aku terburu-buru masuk ker rumah,
setelah mengatakan ku indah aku mengagumimu. Ku tutup pintu rapat, tak tega
jika terus melihatnya, hatiku patah.
Komentar
Posting Komentar